Novel Istri Lima Belas Ribu Pdf Full Episode Gratis

Redaksi PetiknetSelasa, 25 Oktober 2022 | 04:08 WIB
Novel Istri Lima Belas Ribu Pdf Full Episode Gratis
Novel Istri Lima Belas Ribu Pdf Full Episode Gratis

“Mbak Nia seneng pasti ya, punya suami Mas Agam. Gajinya sebulan lima jutaan kan? Belum lagi sertifikasinya yang keluar tiga bulan sekali. Wah, kalau aku mah bakalan gonta ganti gelang sama kalung mbak.” Teringat kata-kata  Dina, adik sepupu Mas Agam yang suka berpenampilan glamour, kala itu.

Aku hanya tersenyum menanggapi pernyataannya. Tak kubantah maupun mengiyakan. Sekali lagi, karena menjaga marwah suami. Andai mengatakan yang sebenarnya-pun, akankah mereka percaya dengan ceritaku yang harus ikut serta membanting tulang demi memenuhi kebutuhan keluarga? Mengingat sosok Mas Agam begitu disanjung akan kebaikan serta sikap peduli yang tinggi terhadap sanak familinya.

Dada ini terasa semakin sesak. Namun segera ku menguasai diri. Aku harus mencari tahu, kemana uang Mas Agam yang selama ini ia sembunyikan dari aku. Pada siapa ia berikan. Dan aku tidak bisa menghadapi ini semua dengan emosi. Karena akan berakibat fatal. Lagi-lagi omongan keluarganya yang aku takutkan. Jujur selama ini, orangtua serta kakak perempuan sekaligus kakak satu-satunya itu, mereka sering mengeluarkan kata maupun kalimat yang sedikit menggores relung hati ini. Tapi, tidak pernah sekalipun mulut ini membalas omongan mereka, karena takut. Bagaimanapun, mereka semua adalah orangtua yang harus kuhormati. Dari rahim ibunya-lah suamiku dilahirkan.

“Biarkan Agam pulang kesini. Kasihan kalau harus jauh-jauh pulang ke rumahmu. Aku mengkhawatirkan kesehatan dan keselamatannya. Tiap hari kalau harus berkendara lama selama empat jam pulang pergi kan kasihan. Aku tidak tega. Cukuplah seminggu sekali ia mengunjungimu.” Ucapan dari Mbak Eka, kakaknya Mas Agam masih selalu teringat di kepalaku. Ketika itu aku masih hamil pertama empat bulan. Entah terlalu perasa atau memang ucapan itu yang terlalu menusuk. Ada sesuatu yang seperti menghunus ulu hati ini.

“Tapi kan aku lagi hamil mbak.”

“Lhoh, apa hubungannya hamil dengan kepulangan Agam? Aku aja yang ditinggal merantau ke Kalimantan, tidak masalah. Suamiku malah belum tentu setahun sekali pulang.”

Salahkah bila dalam keadaan hamil ingin selalu bersama suami?

“Mbak Eka tuh baik dek. Sayang sekali sama Mas. Makanya dia berbicara seperti itu. Udah gak papa. Jangan dipikirkan ya? Yang penting kan, Mas pulang gak sampai seminggu sekali dek. Paling tiga hari di rumah Ibu. Jangan sedih! Ibu hamil gak boleh tertekan. Dibuat bahagia aja. Ya, sayang?” Begitu jawaban Mas Agam saat aku mengadu perihal perkataan Mbak Eka.

“Mas, kenapa gak pindah saja? Cari yang dekat sini. Toh kan, Mas pulang ke rumah Ibu juga perjalanan hampir satu jam kan?” Yah, memang suamiku mengajar bukan di daerah tempat tinggal ibunya. Bila kesana, ia harus berkendara kearah timur, sedangkan pulang ke rumahku ke arah barat. Aneh bukan?

“Mas sudah nyaman dek, sama teman-teman di sana. Mas takut, bila pindah gak nemu yang klop seperti mereka. Dan kalau dipikir ya, tetep deket ke rumah ibu kan?”

“Kalau gitu, aku ikut ke sana ya Mas? Aku ingin selalu berada bersama Mas setiap hari. Kan aku sedang hamil Mas.” Pintaku merajuk.

“Aduh, jangan sayang. Kamu harus ngajar kan? Nanti kalau kamu keluar, ada yang gantiin kamu gimana?” Akhirnya, aku hanya bisa pasrah pada keadaan.

Kepulangan Si Sulung Dinta  dari sekolah membuatku tersadar dari segala lamunan. Dia terlihat kaget melihat mataku sembab.

“Ibu kenapa? Habis nangis?”

“Iya sayang, tadi habis online, ceritanya sedih banget” Jawabku berbohong. Bagaimanapun keadaanku, aku tidak ingin, ia yang masih berusia tujuh tahun harus mengerti bebanku.

Dinta masuk kamarnya, berganti baju lantas makan. Setelahnya, terdengar langkah kaki sang adik, Danis yang baru pulang dari bermain. Ia berlari memelukku. Kebiasaan itu suka dilakukannya saat masuk ke dalam rumah. Kudekap erat tubuh mungilnya. Usianya baru genap empat tahun, bulan lalu. Ia menjadi anak kesayangan Mas Agam.